By Filsafat ; Artikel, Makalah,
Syair & Puisi
I. PENDAHULUAN
Perkembangan pemikiran pada era Yunani
klasik berawal dari keprihatinan moral Socrates lalu berkembang dengan
tumbuhnya gagasan-gagasan filosofis pada filsuf-filsuf sesudahnya, khususnya
Plato dan Aristoteles. Pengungkapan kenyataan ini tidak hanya bersifat historis
belaka, namun ada hikmah atau nilai yang berharga yang dapat kita petik.
Pertama, munculnya gagasan-gagasan filosofis yang besar-besar seperti yang
dicetuskan oleh, dalam kasus ini, Plato dan Aristoteles, tidak turun dari
langit secara tiba-tiba (taken for granted), melainkan hasil dari
pergulatan dan pergumulan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kedua, kita
melihat bahwa prinsip-prinsip etika dan logika berasal dari sumber yang sama;
dan hal ini menunjukkan bahwa nilai moral terkait erat dengan pengetahuan;
bahwa nilai subyek terkait erat dengan fakta obyek; bahwa hati terkait erat
dengan nalar.[1]
II. PEMBAHASAN
A. SOCRATES
Socrates lahir di Athena pada tahun 470
sebelum Masehi. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada permulaannya
Socrates mau menuruti jejak bapaknya, menjadi tukang pembuat patung pula.
Tetapi akhirnya ia berganti haluan. Dari membentuk batu jadi patung ia
membentuk watak manusia.
Masa hidupnya hampir sejalan dengan
perkembangan sufisme di Athena. Pada hari tuanya Socrates melihat kota tumpah
darahnya mulai mundur, setelah mencapai puncak kebesaran yang gilang-gemilang.
Socrates bergaul dengan semua orang,
tua dan muda, kaya dan miskin. Ia seorang filosof dengan coraknya sendiri.
Ajaran filosofinya tak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan
perbuatan, dengan cara hidup. Menurut kata teman-temannya: Socrates demikian
adilnya, sehingga ia tak pernah berlaku zalim. Ia begitu pandai menguasai
dirinya, sehingga ia tak pernah memuaskan hawa nafsu dengan merugikan
kepentingan umum. Ia demikian cerdiknya, sehingga ia tak pernah khilaf dalam
menimbang buruk baik.
1) Metode Socrates
Socrates tidak pernah menuliskan
filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malahan tidak mengajarkan filosofi,
melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan
ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari
kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia bukan
ahli pengetahuan, melainkan pemikir.
Dalam mencari kebenaran, ia tidak
memikir sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan
tanya jawab. Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya,
melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran
harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan,
melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab
itu metodenya disebut maieutik, menguraikan, seolah-olah menyerupai
pekerjaan ibunya sebagai dukun beranak.
Socrates mencari pengertian,
yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya. Sebab itu ia selalu bertanya: apa
itu? Apa yang dikatakan berani, apa yang disebut indah, apa yang bernama adil?
Pertanyaan tentang “apa itu” harus lebih dahulu daripada “apa sebab”. Ini biasa
bagi manusia dalam hidup sehari-hari. Anak kecil pun mulai bertanya dengan “apa
itu”. Oleh karena jawab tentang “apa itu” harus dicari dengan tanya jawab yang
mungkin meningkat dan mendalam, maka Socrates diakui pula—sejak keterangan Aristoteles—sebagai
pembangun dialektik pengetahuan. Tanya jawab, yang dilakukan secara meningkat
dan mendalam, melahirkan pikiran yang kritis. Dalam berjuang mencari kebenaran
yang umum lakunya, yaitu mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya, terletak seluruh
filosofinya.
Oleh karena Socrates mencari kebenaran
yang tetap dengan tanya jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan
pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi.
Kedua-duanya itu bersangkutpaut. Induksi menjadi dasar definisi.
Induksi di sini berlainan artinya arti
induksi sekarang. Menurut induksi paham yang sekarang penyelidikan dimulai
dengan memperhatikan yang satu-satunya dan dari situ—dengan
mengumpulkan—dibentuk pengertian umum lakunya. Induksi yang menjadi metode
Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai
dengan contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi.
Seperti disebut di atas, dari lawannya bersoal jawab, yang masing-masing
terkenal sebagai ahli dalam vaknya sendiri-sendiri, dikehendakinya definisi
tentang “berani” “indah” dan lain sebagainya. Pengertian yang diperoleh itu
diujikan kepada beberapa keadaan atau kejadian yang nyata. Apabila dalam
pasangan itu pengertian tidak mencukupi, maka dari ujian itu pengertian dicari
perbaikan definisi. Definisi yang tercapai dengan cara begitu diuji pula sekali
lagi untuk mencapai perbaikan yang lebih sempurna. Demikianlah seterusnya.
Contoh Socrates bekerja itu dapat diketahui dari dialog-dialog Plato yang mula-mula,
di mana caranya berfilosofi masih dekat sekali kepada Socrates.
Begitulah cara Socrates mencapai
pengertian. Dengan melalui induksi sampai kepada definisi. Definisi
yaitu pembentukan pengertian yang umum lakunya. Pengertian menurut paham
Socrates sama dengan apa yang disebut Kant: prinsip regulative, dasar menyusun.
Dengan jalan begitu, hasil yang dicapai tidak lagi takluk kepada paham
subyektif, seperti yang diajarkan oleh kaum sofis, melainkan umum sifatnya,
berlaku untuk selama-lamanya. Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang
berdasarkan pengertian.
Dengan caranya itu Socrates
membangunkan dalam jiwa lawannya bersoal jawab keyakinan, bahwa kebenaran tidak
diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang terlompat ke dalam mulut yang
ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang
yang tertinggi nilainya. Dengan cara mencari kebenaran seperti itu terlaksana
pula tujuan yang lain, yaitu membentuk karakter. Sebab itu tepat sekali
Socrates mengatakan: budi ialah tahu. Maksudnya, budi baik timbul dengan
pengetahuan. Manusia yang dirusak oleh ajaran sufisme mau dibentuk kembali.
Salah satu catatan Plato yang terkenal
adalah Dialogue, yang isinya berupa percakapan antara dua orang pria
tentang berbagai topik filsafat. Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu
tujuan, dan bahwa salah dan benar"Kenalilah dirimu".
memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan
lingkungan dan sesamanya. Sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena
keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socrates percaya bahwa
kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah
jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang
membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang terkenal:
Socrates percaya bahwa pemerintahan
yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, yang dipersiapkan dengan
baik, dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. Ia juga dikenang karena
menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alami
lingkungan, yang kemudian akan mengarah pada perkembangan metode ilmu
pengetahuan.
2) Etik Socrates
Budi ialah tahu, kata Socrates. Inilah
inti sari daripada etiknya. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi
baik. Paham etiknya itu kelanjutan daripada metodenya. Induksi dan definisi
menuju kepada pengetahuan yang berdasarkan pengertian. Dari mengetahui beserta
keinsafan moril tidak boleh tidak mesti timbul budi.
Dari ucapan itu nyatalah, bahwa ajaran
etik Socrates intelektual sifatnya. Selain dari itu juga rasionil. Apabila budi
adalah tahu, maka tak ada orang yang sengaja, atas maunya sendiri, berbuat
jahat. Kedua-duanya, budi dan tahu, bersangkut-paut. Apabila budi adalah tahu,
berdasarkan timbangan yang benar, maka “jahat” hanya datang dari orang yang
tidak mengetahui, orang yang tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang
benar. Orang yang kesasar adalah kurban daripada kekhilafananya sendiri.
Kesasar bukanlah perbuatan yang disengaja. Tidak ada orang yang khilaf atas
maunya sendiri.
Apa itu “kesenangan hidup”? Ini tak
pernah dipersoalkan oleh Socrates, sehingga murid-muridnya kemudian memberikan
pendapat mereka sendiri-sendiri, yang satu bertentangan dengan yang lain.
Menurut Socrates, manusia itu pada
dasarnya baik. Seperti dengan segala barang yang ada itu ada tujuannya,
begitu juga hidup manusia. Apa misalnya tujuan meja? Kekuatannya, kebaikannya.
Begitu juga dengan manusia. Keadaan dan tujuan manusia ialah kebaikan sifatnya
dan kebaikan budinya.
Dari pandangan etik yang rasionil itu
Socrates sampai kepada sikap hidup, yang penuh dengan rasa keagamaan. Menurut
keyakinannya, menderita kezaliman lebih baik dari berbuat zalim. Sikap itu
diperlihatkannya, dengan kata dan perbuatan, dalam pembelaannya di muka hakim.
Socrates adalah orang yang percaya kepada Tuhan. Alam ini teratur susunannya
menurut ujud yang tertentu. Itu, katanya, adalah tanda perbuatan Tuhan. Kepada
Tuhan dipercayakannya segala-galanya yang tak dapat diduga oleh otak manusia. Jiwa
manusia itu dipandangnya bagian daripada Tuhan yang menyusun alam. Sering pula
dikemukakannya, bahwa Tuhan itu dirasai sebagai suara dari dalam, yang menjadi
bimbingan baginya dalam segala perbuatannya. Itulah yang disebutnya daimonion.
Bukan dia saja yang begitu, katanya. Semua orang dapat mendengarkan suara
daimonion itu dari dalam jiwanya, apabila ia mau.
Juga dalam segi pandangan Socrates yang
berisi keagamaan, terdapat pengaruh paham rasionalisme. Semuanya itu
menunjukkan kebulatan ajarannya, yang menjadikan ia seorang filosof yang
terutama seluruh masa.[2]
B. PLATO ( 427 –
347 SM)
Plato dilahirkan di Athena dari
keluarga terkemuka, dari kalangan politisi. Pada mulanya ia ingin bekerja
sebagai seorang politikus, namun ada kekacauan di negaranya, setelah kematian
gurunya Socrates hal itu telah memadamakan ambisinya untuk menjadi seorang
politikus, kemudian ia beralih ke filsafat sebagai jalan untuk memperbaiki
kehidupan bangsanya, ajaran socrates sangat berpengaruh pada dirinya.
1) Ajaran-ajaran
Plato tentang Idea
Ajaran tentang Idea – Idea merupakan
inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Idea yang dimaksudkan Plato di sini
bukanlah suatu gagasan yang terdapat dalam pemikiran saja yang bersifat
subyektif belaka. Bagi Plato Idea merupakan sesuatu yang obyektif, ada
idea-idea, terlepas dari subyek yang berfikir, Idea-idea tidak diciptakan oleh
pemikiran kita, tidak tergantung pada pemikiran, tetapi sebaliknya pemikiranlah
yang tergantung pada idea-idea. Justru karena adanya idea-idea yang berdiri
sendiri, pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh
perhatian kepada idea-idea.
2) Etika Plato
Etik Plato bersifat intelektual dan
rasional. Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Budi ialah tahu. Orang
yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu sempurnakanlah
pengetahuan dengan pengertian.
Tujuan hidup ialah mencapai kesenganan
hidup. Yang dimaksud dengan kesenangan hidup itu bukanlah memuaskan hawa nafsu
didunia ini. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan. Yang tepat tentang
nilai barang-barang yang dituju.
Etik Plato bersendi pada ajarannya
tentang idea. Dualisme dunia dalam teori pengetahuan lalu di teruskan dalam
praktik hidup. Oleh karena kemauan seseorang bergantung pada pendapatnya, nilai
kemauannya itu ditentukan oleh pendapatnya. Dari pengetahuan yang sebenarnya
yang dicapai dengan dialektika timbul budi yang lebih tinggi dari pada yang
dibawakan oleh pengetahuan dari pandangan. Menurut Plato ada dua macam budi.
Pertama, budi filosofi
yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Kedua, budi biasa yang
terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari
keyakinan disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari.
3) Negara Ideal
Plato hidup dalam masa Athena menempuh
jalan turun setelah mencapai kedudukan yang gilang gemilang dalam segala
lapangan, pertentangan antara kaya dan miskin sangat menyolok mata. Karena itu
pertentangan politik juga hebat. Menurut Plato nasib Athena hanya dapat
tertolong dengan mengubah dasar sama sekali hidup rakyat dan sistem
pemerintahan. Itulah alasan baginya untuk menciptakan bentuk suatu negara yang
ideal.
Peraturan yang menjadi dasar untuk
mengurus kepertingan umum kata Plato tidak boleh diputus oleh kemauan atau
pendapat orang seorang atau oleh rakyat seluruhnya, melainkan ditentukan oleh
suatu ajaran. Yang berdasarkan pengetahuan dengan pengertian.dari ajaran
itu datanglah keyakinan, bahwa pemerintah harus dipimpin oleh idea tertinggi,
yaitu idea kebaikan.kemauan untuk melaksanakan itu tergantung kepada budi.
Tujuan pemerintah yang benar adalah mendidik warga warganya mempunyai budi.
Plato membagi kedudukan penduduk menajdi tiga golongan yakni :
Golongan yang dibawah ialah golongan
rakyat jelata, yang berupakan petani, pekerja, tukang dan saudagar. Kerja
mereka adalah menghasilkan keperluan sehari-hari bagi ketiga-tiga golongan.
Golongan yang tengah ialah golongan
penjaga atau “pembantu” dalam urusan negara. Terhadap keluar tugas mereka
mempertahankan negara dari serangan musuh. Tugas kedalam menjamin supaya undang
– undang dipatuhi rakyat.
Golongan atas ialah kelas
perintah atau filosof. Mereka terpilih dari paling cakap dan yang terbaik dari
kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan pelatihan special untuk itu.
Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya. Mereka
memangku jabatan tertinggi.
C. ARISTOTELES (
384 – 322 SM.)
Aristoteles lahir di stageira pada
semenanjung kalkidike di Trasia (Balkan) Bapaknya bernama Machaon adalah
seorang dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II. Sejak kecil mendapat
asuhan dari bapaknya sendiri, ia mendapat pelajaran teknik membedah, karena itu
perhatiannya banyak tertumpu pada ilmu alam, terutama ilmu biologi.
Setelah bapaknya meninggal ia pergi ke
Athena belajar pada Plato di Akademia. Selama 20 tahun menjadi murid Plato,
pertama kali ia menyusun buku Bibliotik yang pertama terdapat di Athena.
1) Karya-karya
Aristoteles
Berbagai macam cabang ilmu pengetahuan
yang menjadi karya Aristoteles bila diperinci terdiri dari delapan cabang
yang meliputi Logika, Filsafat Alam, Psikologi, Biologi, Metafisika, Etika
Politik, Ekonomi, Retorika dan Poetika.
2) Ajaran – ajaran
Aristoteles.
a. Logika
Aristoteles terkenal sebagai bapak
logika, tapi tidaklah berarti bahwa sebelumnya tidak ada logika. Aristoteleslah
orang pertama yang memberikan uraian secara sistematis tentang Logika.
Logika adalah ilmu yang menuntun
manusia untuk berfikir yang benar dan bermetode. Dengan kata lain logika adalah
suatu cara berfikir yang secara ilmiah yang membicarakan bentuk-bentuk fikiran
itu sendiri yang terdiri dari pengertian, pertimbangan dan penalaran serta
hukum-hukum yang menguasai fikiran tersebut.
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan
atas tiga bagian;
· Ilmu
pengetahuan praktis, yang meliputi etika dan politik
· Ilmu
pengetahuan produktif, yaitu teknik dan seni.
· Ilmu
pengetahuan teoritis yang meliputi phisika, matematika dan filsafat.
Dalam hal ini Aristoteles tidak memasukkan
Logika sebagai cabang ilmu pengetahuan, melainkan hanya suatu alat agar kita
dapat mempraktekkan ilmu pengetahuan.
b. Metafisika
Dalam uraian ini Aristoteles mengkritik
ajaran gurunya tentang idea-idea. Menurut Aristoteles ; yang sungguh ada itu
bukanlah yang umum melainkan yang khusus, satu persatu. Bukanlah manusia pada
umumnya yang ada, melainkan manusia ini, itu, Anas, dan lain-lain. Semuanya
ada, jadi Aristoteles bertentangan dengan gurunya Plato yang mengatakan “bahwa
semua yang nampak hanyalah merupakan bayangan semata”.
Menurut Aristoteles, tidak ada
idea-idea yang umum serta merupakan realita yang sebenarnya. Dunia idea di
ingkari oleh Aristoteles sebagai dunia realitas, karena tidak dapat di
buktikan. Jadi Aristoteles berpangkal pada yang kongkrit saja, yang satu
persatu dan bermacam-macam, yang berubah, itulah yang merupakan realitas
sebenarnya.
c. Abstraksi
Bagaimana budi dapat mencapai
pengetahuan yang umum itu sedangkan hal-hal yang menjadi obyeknya tidak umum.
Menurut Aristoteles ; obyek yang
diketahui itu memang kongkrit dan satu persatu, jadi tidak umum. Yang demikian
itu ditangkap oleh indera dan indera mengenalnya. Pengetahuan indera yang
macam-macam itu dapat diolah oleh manusia (budi). Manusia itu menanggalkan yang
bermacam-macam dan tidak sama, walaupun tidak di ingkari. Yang dipandang hanya
yang sama saja dalam permacaman itu. Pengetahuan yang satu dalam macamnya oleh
Aristoteles dinamai idea atau pengertian.
Jadi Aristoteles tidak mengingkari
dunia pengalaman, sedangkan idea juga dihargainya serta diterangkan bagaimana
pula mencapainya dengan berpangkal pada realitas yang bermacam-macam. Maka
selayaknya aliran Aristoteles disebut “Realisme”.
d. Politik
Tujuan negara.
Aristoteles dalam bukunya menyatakan
“bahwa manusia menurut kodratnya merupakan “Zoion Politikon”atau mahluk sosial
yang hidup dalam negara.
Tujuan negara adalah memungkinkan warga
negaranya hidup denga baik dalam arti sepenuhnya. Dengan kata lain
lembaga-lembaga yang ada di dalamnya, keluarga di dalam suatu negara, hubungan
antar negara tetangga semua baik.
Rumah Tangga.
Aristoteles mengkritik pendapat Plato,
bahwa para penjaga tidak boleh hidup berkeluarga, dan juga Aristoteles tidak
setuju dilarangnya mempunyai milik pribadi.
Menurut Aristoteles, untuk hidup menurut
keutamaan manusia perlu keluarga dan butuh milik pribadi. Tetapi kekayaan tidak
boleh di tambah dengan sembarang cara.
Susunan negara yang paling baik.
Negara yang paling baik ialah negara
yang diarahkan buat kepentingan umum. Susunan negara yang paling baik menurut
Aristoteles ialah “Politeia”. Poiteia adalah demokrasi moderat atau
demokrasi yang mempunyai undang-undang dasar.
e. E t i k a
Dalam karya Aristoteles “ Ethika
Nicomachea” mengatakan ; dalam segala perbuatannya manusia mengejar suatu tujuan.
Ia selalu mencari sesuatu yang baik baginya. Dari sekian banyak tujuan yang
ingin dicapai manusia, maka tujuan yang tertinggi dan terakhir dari manusia
adalah kebahagiaan. Tugas Etika ialah mengembangkan dan mempertahankan
kebahagiaan itu.
Menurut Aristoteles; manusia hanya
disebut bahagia jika ia menjalankan aktivitasnya dengan baik. Dengan kata lain
agar manusia berbahagia ia harus menjalankan aktivitasnya dengan baik.[3]
III. KESIMPULAN
Socrates menyumbangkan
teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat. Bertolak dari
pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai sang
bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung
dalam batin orang itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi
pendekatan deduktif. -- Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya.
Plato menyumbangkan
ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati.
Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal. Plato
ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat
intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah
diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam
dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan),
apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap
ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal,
termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang
sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika.
Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa
manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada
("being") dan mengada (menjadi, "becoming").
Aristoteles menganggap
Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju dengan gurunya
bahwa kuda tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya),
dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk
nyata dari kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk
manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda
tidak memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta dari ciri-ciri yang
ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada dalam
benda-benda.
Pola pemikiran Aristoteles ini
merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang
kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas
tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles
tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan,
dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan
penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang
membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong
sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia
tidak ada idea-bawaan.
Demikian makal kami sampaikan, krtik
dan saran kami harapkan dari semua pihak. Kurang lebihnya mohon maaf. Wallahulmuwaffiq
Ila Aqwamitthoriq.
[1]
Http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=292/ dikutip pada hari minggu, tanggal 18
April 2010
[2]
http://arunadarmaja.blogspot.com/2010/01/pemikiran-socrates-plato-aristoteles.html/
dikutip pada
hari minggu, tanggal 18 April 2010
[3]
Http://meetabied.wordpress.com/2010/02/20/filsafat-klasik-plato-aristoteles-dan-plotinos/dikutip
pada hari minggu, tanggal 18 April 2010