I Have A Dream (Terjemahan*)
30 August 2007
By nias
Catatan: Seorang komentator Situs
ini dengan nama samaran Fofo’usö telah mengusahakan terjemahan pidato Martin
Luther King Jr. berjudul “I Have A Dream“.
Terjemahan itu dipindahkan dari ruang komentar menjadi sebuah artikel. Selamat
mengikuti. (Redaksi).
Oleh: Martin Luther King Jr.
Seratus tahun yang lalu, seorang
Amerika yang hebat, yang di bawah bayangan simbolisnya kita berdiri
menandatangani Proklamasi Emansipasi. Pernyataan bersejarah ini datang sebagai
cahaya mercu suar harapan kepada jutaan budak orang Negro yang telah gosong
oleh api ketidakadilan yang menghinakan. Pernyataan itu datang sebagai fajar
sukacita yang mengakhiri malam panjang penawanan.
Namun seratus tahun kemudian, kita
harus menghadapi fakta tragis bahwa orang-orang Negro masih belum merdeka.
Seratus tahun kemudian, kehidupan orang-orang Negro masih saja dilumpuhkan oleh
borgol pemisah-misahan serta rantai diskriminasi. Seratus tahun kemudian,
orang-orang Negro tinggal di sebuah pulau kemiskinan yang sepi di tengah lautan
kemakmuran materi yang luas.
Seratus tahun kemudian, orang-orang
Negro masih saja merana di pojok-pojok komunitas Amerika dan mendapati dirinya
sebagai seorang terasing di tanahnya sendiri. Jadi kita datang ke sini hari ini
untuk menampilkan sebuah kondisi yang memilukan. Dalam artian kita telah datang
ke ibu kota negara kita untuk menguangkan selembar cek. Ketika para arsitek
republik kita merumuskan kata-kata dari Undang-Undang [Konstitusi] dan
deklarasi Kemerdekaan, mereka mendadatangani sebuah surat yang berisi
perjanjian yang padanya setiap orang Amerika menjadi pewaris.
Surat ini merupakan sebuah
perjanjian bahwa semua orang akan dijamin hak-hak kehidupan, kebebasan, serta
pencarian kebahagiaannya yang tak dapat disangkal. Hari ini nyata bahwa Amerika
telah gagal berkenaan dengan surat perjanjian ini sejauh terkait dengan warna
kulit warga negaranya. Ketimbang menghormati kewajiban suci ini, Amerika telah
memberikan cek kosong yang telah dikembalikan bertuliskan “dana tidak cukup.”
Tetapi kita menolak untuk percaya
bahwa bank keadilan telah bangkrut. Kita menolak untuk percaya bahwa tidak ada
cukup dana dalam lubang besar peluang bangsa ini. Jadi kita datang untuk
menguangkan cek ini––cek yang akan memberikan kepada kita berdasarkan tuntutan
kekayaan kebebasan dan keamanan keadilan. Kita juga datang ke tempat suci ini
untuk mengingatkan Amerika mengenai kemendesakan [urgensi] yang sengit dari
kata sekarang.
Ini bukanlah waktunya untuk terlibat
dalam kemewahan dari penenangan atau meminum obat penenang dari faham ingin
bertahap [gradualism]. Sekarang adalah saatnya untuk bangkit dari lembah
pemisah-misahan yang gelap dan terkurung menuju jalan terang keadilan rasial.
Sekarang adalah saatnya untuk membuka pintu kesempatan kepada seluruh anak-anak
Allah.
Sekarang adalah saatnya untuk
mengangkat bangsa kita dari pasir apung [perangkap bahaya] ketidakadilan rasial
menuju batu padat persaudaraan. Akan fatal bagi bangsa ini bila tidak melihat
mendesaknya saat ini dan mengangap remeh kebulatan tekad orang-orang Negro.
Musim panas memanggang dari ketidakpuasan yang wajar dari orang-orang Negro
tidak akan berlalu sampai adanya musim gugur kebebasan dan kesetaraan yang
menyegarkan.
Tahun sembilan belas enam tiga
bukanlah akhir, melainkan awal. Mereka yang mengharapkan bahwa orang-orang
Negro perlu menghembuskan uap dan sekarang akan puas akan merasakan permulaan
yang kasar jika bangsa ini kembali kepada urusannya seperti biasa. Tidak akan
ada kedamaian dan ketenangan di Amerika sampai orang-orang Negro dianugerahi
hak-hak kewarganegaraannya. Badai pemberontakan akan terus mengguncang landasan
bangsa kita sampai hari cerah keadilan tiba.
Tetapi ada satu yang harus saya
katakana kepada orang-orang saya yang berdiri di ambang pintu hangat yang
menuju ke istana keadilan. Dalam poses perolehan tempat kita yang sejajar kita
tidak boleh merasa bersalah dari perbuatan keliru. Mari kita berusaha untuk
tidak memuaskan dahaga kita akan kebebasan dari cangkir kegeraman dan
kebencian.
Kita selamanya harus melancarkan
perjuangan kita di atas pesawat kehormatan dan disiplin yang tinggi. Kita tidak
boleh membiarkan protes kreatif kita untuk turun menuju kekerasan fisik. Sekali
lagi dan lagi kita harus bangkit menuju ketinggian agung melawan kekatan fisik
dengan kekuatan jiwa.
Militansi baru yang menakjubkan yang
telah melanda masyarakat Negro tidak boleh membawa kita untuk tidak memercayai
seluruh orang-orang kulit putih, karena banyak dari saudara-saudara kita orang
kulit putih, sebagaimana dibuktikan oleh kehadiran mereka di sini pada hari
ini, telah menyadari bahwa nasib mereka terkait dengan nasib kita serta
kebebasan mereka terikat secara tak terpisahkan pada kebebasan kita.
Kita tidak dapat berjalan sendiri.
Dan sewaktu kita berjalan, kita harus berikrar bahwa kita akan maju terus. Kita
tidak boleh mundur. Ada mereka yang bertanya kepada para penganut hak-hak
sipil, “Kapan Anda akan merasa puas?” Kita tidak akan pernah puas selama tubuh
kita, yang diberatkan oleh keletihan dalam perjalanan, tidak mendapatkan kamar
di motel-motel di jalan raya dan hotel-hotel di kota.
Kita tidak dapat dipuaskan sejauh
mobilitas mendasar orang-orang Negro adalah dari kelompok pinggiran yang kecil
ke kelompok pinggiran yang lebih besar. Kita tidak dapat dipuaskan sejauh orang
negro di Mississippi tidak dapat memilih [memberikan suara dalam pemilu] dan
orang Negro di New York merasa bahwa dia tidak pempunyai apa-apa untuk dipilih.
Tidak, tidak, kita tidak puas, dan kita tidak akan puas sampai keadilan
mengalir turun bagaikan air dan kesalehan bagaikan aliran air yang besar.
Saya bukan tidak peduli bahwa
beberapa dari Anda telah datang ke sini dari cobaan dan penderitaan yang hebat.
Beberapa dari Anda datang barusan dari sel-sel yang sempit. Beberapa dari Anda
datang dari kawasan di mana tuntutan Anda akan kebebasan meninggalkan Anda
dikalahkan oleh badai penganiayaan dan diceraiberaikan oleh angin kebrutalan
polisi. Anda telah menjadi veteran dari penderitaan yang diciptakan. Teruslah
bekerja dengan keyakinan bahwa penderitaan yang tidak diinginkan akan
mendatangkan penebusan. Kembalilah ke Mississippi, kembalilah ke Alabama,
kembalilah ke Georgia, kembalilah ke Louisiana, kembalilah ke daerah kumuh dan
daerah pinggiran di kota-kota kita bagian utara, dengan mengetahui bahwa entah
bagaimana siatuasi ini dapat dan akan berubah. Janganlah kita terbenam dalam
lembah keputusasaan.
Saya berkata kepada Anda pada hari
ini, sahabat-sahabat saya, bahwa di balik kesulitan dan frustrasi saat ini,
saya masih memiliki impian. Itu adalah impian yang mengakar secara mendalam
pada impian orang Amerika. Saya memiliki impian bahwa suatu hari bangsa ini
akan bangkit dan menjalankan makna sebenarnya dari pernyataan ikrarnya: “Kami
berpegang pada kebenaran ini untuk menjadi kenyataan sendiri: bahwa semua
manusia diciptakan setara.”
Saya memiliki impian bahwa suatu
hari di bukit-bukit merah Georgia, para putra mantan budak dan para putra
mantan pemilik budak akan dapat duduk bersama di meja persaudaraan.
Saya memiliki impian bahwa suatu
hari bahkan negara bagian Mississippi, negara bagian gurun pasir, yang
dipanggang oleh panasnya ketidakadilan dan penindasan, akan berubah menjadi
oase kebebasan dan keadilan.
Saya memiliki impian bahwa keempat
anak saya akan hidup di negara di mana mereka tidak akan dihakimi menurut warna
kulit mereka tetapi menurut isi dari watak mereka.
Saya memiliki impian hari ini. Saya
memiliki impian bahwa negara bagian Alabama, yang bibir gubernurnya sekarang
ini dibasahi oleh perkataan menyela dan peniadaan, akan berubah menjadi situasi
di mana anak-anak kecil lelaki dan perempuan kulit hitam akan dapat bergandeng
tangan dengan anak-anak kecil lelaki dan perempuan kulit putih dan berjalan
bersama sebagai saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Saya meiliki impian hari ini. Saya
memiliki impian bahwa setiap lembah akan ditinggikan, setiap bukit dan gunung
akan direndahkan, tempat-tempat yang bergelombang akan diratakan, serta
tempat-tempat yang berliku-liku akan diluruskan, dan kemuliaan Tuhan akan
disingkapkan, dan seluruh daging akan melihatnya bersama.
Inilah harapan kita. Ini adalah
keyakinan yang dengannya saya akan kembali ke Selatan, dengan keyakinan ini
kita akan mampu meratakan gunung keputusasaan dengan batu pengharapan. Dengan
keyakinan ini kita akan mampu mengubah dentingan sumbang bangsa kita menjadi
simfoni persaudaraan.
Dengan keyakinan ini kita akan mampu
bekerja bersama, berdoa bersama, berjuang bersama, masuk penjara bersama,
berdiri bagi kebebasan bersama, dengan mengetahui bahwa kita akan dibebaskan
pada suatu hari. Ini akan menjadi hari ketika semua anak-anak Allah akan mampu
bernyanyi dengan makna baru, “Negeriku, untukmu, tanah kebebasan nan manis,
untukmu aku bernyanyi. Tanah di mana ayahku mati, tanah kebanggan para
pengembara, dari setiap lereng gunung, biarlah kebebasan berdering.”
Dan jika Amerika mau menjadi negara
besar ini harus terjadi. Maka biarlah kebebasan berdering dari puncak
bukit-bukit raksasa New Hampshire.
Biarlah kebebasan berdering dari
gunung-gunung besar New York.
Biarlah kebebasan berdering dari sungai besar Allegheny Pennsylvania!.
Biarlah kebebasan berdering dari sungai besar Allegheny Pennsylvania!.
Biarlah kebebasan berdering dari
bebatuan bertutup salju di Colorado!
Biarlah kebebasan berdering dari puncak-puncak melengkung di California! Tetapi bukan hanya itu;
biarlah kebebasan berdering dari Gunung Batu di Georgia!
Biarlah kebebasan berdering dari Gunung Penjaga di Tennessee!
Biarlah kebebasan berdering dari tiap bukit dan gundukan tanah di Mississippi.
Dari setiap lereng gunung, biarlah kebebasan berdering. Ketika kita membiarkan kebebasan berdering, ketika kita membiarkannya berdering dari setiap desa dan setiap dusun, dari setiap negara bagian dan setiap kota, kita akan mampu mempercepat hari itu ketika seluruh anak-anak Allah, orang kulit hitam dan orang kulit putih, orang Yahudi dan orang bukan Yahudi, Protestan dan Katolik, akan mampu bergandeng tangan dan menyanyikan kata-kata lagu rohani kuno orang Negro, “Akhirnya bebas! Akhirnya bebas! Terima kasih Allah Mahakuasa, kami akhirnya bebas!
Biarlah kebebasan berdering dari puncak-puncak melengkung di California! Tetapi bukan hanya itu;
biarlah kebebasan berdering dari Gunung Batu di Georgia!
Biarlah kebebasan berdering dari Gunung Penjaga di Tennessee!
Biarlah kebebasan berdering dari tiap bukit dan gundukan tanah di Mississippi.
Dari setiap lereng gunung, biarlah kebebasan berdering. Ketika kita membiarkan kebebasan berdering, ketika kita membiarkannya berdering dari setiap desa dan setiap dusun, dari setiap negara bagian dan setiap kota, kita akan mampu mempercepat hari itu ketika seluruh anak-anak Allah, orang kulit hitam dan orang kulit putih, orang Yahudi dan orang bukan Yahudi, Protestan dan Katolik, akan mampu bergandeng tangan dan menyanyikan kata-kata lagu rohani kuno orang Negro, “Akhirnya bebas! Akhirnya bebas! Terima kasih Allah Mahakuasa, kami akhirnya bebas!
Ukuran akhir seorang manusia
bukanlah di tempat dia berdiri di saat-saat nyaman dan kemudahan, tetapi di
mana dia berdiri pada masa-masa tantangan dan kontroversi. Teman sesama yang
sejati akan mempertaruhkan posisinya, prestisinya dan bahkan hidupnya bagi
kesejahteraan orang lain. Di lembah bahaya dan jalan yang mengancam, dia akan
mengangkat beberapa saudara yang terluka dan terpukul ke kehidupan yang lebih
tinggi dan mulia. Dr. Marthin Luther King, Jr, “On BeingA Good Neighbor in
Strength to Love, 1963
*Pidato M. L. King Jr. yang
disampaikan di tangga Lincoln Memorial di Washington D.C. pada tanggal 28
Agustus 1963. Terjemahan diusahakan Fofou’sö buat pengunjung Situs Yaahowu.
I Have A Dream (Pidato Marthin Luther King Jr)
26 August 2007
By susuwongi
Berikut ini adalah pidato terkenal
dari Marthin Luther King Jr. Saya tampilkan untuk melengkapi pemahaman kita
tentang arti ‘kemerdekaan’ dan ’kebebasan.’ Mumpung masih suasana agustusan.
Juga, karena pada tanggal 28 Agustus, merupakan HUT dari Pidato tersebut yang
ke-44. Semoga bisa memperkaya batin kita.
Martin Luther King Jr. [Delivered on
the steps at the Lincoln Memorial in Washington D.C. on August 28, 1963]
Five score years ago, a great
American, in whose symbolic shadow we stand signed the Emancipation
Proclamation. This momentous decree came as a great beacon light of hope to
millions of Negro slaves who had been seared in the flames of withering
injustice. It came as a joyous daybreak to end the long night of captivity.
But one hundred years later, we must
face the tragic fact that the Negro is still not free. One hundred years later,
the life of the Negro is still sadly crippled by the manacles of segregation
and the chains of discrimination. One hundred years later, the Negro lives on a
lonely island of poverty in the midst of a vast ocean of material prosperity.
One hundred years later, the Negro
is still languishing in the corners of American society and finds himself an
exile in his own land. So we have come here today to dramatize an appalling
condition. In a sense we have come to our nation’s capital to cash a check.
When the architects of our republic wrote the magnificent words of the
Constitution and the declaration of Independence, they were signing a promissory
note to which every American was to fall heir.
This note was a promise that all men
would be guaranteed the inalienable rights of life, liberty, and the pursuit of
happiness. It is obvious today that America has defaulted on this promissory
note insofar as her citizens of color are concerned. Instead of honoring this
sacred obligation, America has given the Negro people a bad check which has
come back marked “insufficient funds.”
But we refuse to believe that the
bank of justice is bankrupt. We refuse to believe that there are insufficient
funds in the great vaults of opportunity of this nation. So we have come to
cash this check — a check that will give us upon demand the riches of freedom
and the security of justice. We have also come to this hallowed spot to remind
America of the fierce urgency of now.
This is no time to engage in the
luxury of cooling off or to take the tranquilizing drug of gradualism. Now is
the time to rise from the dark and desolate valley of segregation to the sunlit
path of racial justice. Now is the time to open the doors of opportunity to all
of God’s children.
Now is the time to lift our nation
from the quicksands of racial injustice to the solid rock of brotherhood. It
would be fatal for the nation to overlook the urgency of the moment and to
underestimate the determination of the Negro. This sweltering summer of the
Negro’s legitimate discontent will not pass until there is an invigorating
autumn of freedom and equality.
Nineteen sixty-three is not an end,
but a beginning. Those who hope that the Negro needed to blow off steam and
will now be content will have a rude awakening if the nation returns to
business as usual. There will be neither rest nor tranquility in America until
the Negro is granted his citizenship rights. The whirlwinds of revolt will
continue to shake the foundations of our nation until the bright day of justice
emerges.
But there is something that I must
say to my people who stand on the warm threshold which leads into the palace of
justice. In the process of gaining our rightful place we must not be guilty of
wrongful deeds. Let us not seek to satisfy our thirst for freedom by drinking
from the cup of bitterness and hatred.
We must forever conduct our struggle
on the high plane of dignity and discipline. We must not allow our creative
protest to degenerate into physical violence. Again and again we must rise to
the majestic heights of meeting physical force with soul force.
The marvelous new militancy which
has engulfed the Negro community must not lead us to distrust of all white
people, for many of our white brothers, as evidenced by their presence here
today, have come to realize that their destiny is tied up with our destiny and
their freedom is inextricably bound to our freedom.
We cannot walk alone. And as we
walk, we must make the pledge that we shall march ahead. We cannot turn back.
There are those who are asking the devotees of civil rights, “When will you be
satisfied?” We can never be satisfied as long as our bodies, heavy with the
fatigue of travel, cannot gain lodging in the motels of the highways and the
hotels of the cities.
We cannot be satisfied as long as
the Negro’s basic mobility is from a smaller ghetto to a larger one. We can
never be satisfied as long as a Negro in Mississippi cannot vote and a Negro in
New York believes he has nothing for which to vote. No, no, we are not
satisfied, and we will not be satisfied until justice rolls down like waters
and righteousness like a mighty stream.
I am not unmindful that some of you
have come here out of great trials and tribulations. Some of you have come
fresh from narrow cells. Some of you have come from areas where your quest for
freedom left you battered by the storms of persecution and staggered by the
winds of police brutality. You have been the veterans of creative suffering.
Continue to work with the faith that unearned suffering is redemptive. Go back
to Mississippi, go back to Alabama, go back to Georgia, go back to Louisiana,
go back to the slums and ghettos of our northern cities, knowing that somehow
this situation can and will be changed. Let us not wallow in the valley of
despair.
I say to you today, my friends, that
in spite of the difficulties and frustrations of the moment, I still have a
dream. It is a dream deeply rooted in the American dream. I have a dream that
one day this nation will rise up and live out the true meaning of its creed:
“We hold these truths to be self-evident: that all men are created equal.”
I have a dream that one day on the
red hills of Georgia the sons of former slaves and the sons of former
slaveowners will be able to sit down together at a table of brotherhood.
I have a dream that one day even the
state of Mississippi, a desert state, sweltering with the heat of injustice and
oppression, will be transformed into an oasis of freedom and justice.
I have a dream that my four children
will one day live in a nation where they will not be judged by the color of
their skin but by the content of their character.
I have a dream today. I have a dream
that one day the state of Alabama, whose governor’s lips are presently dripping
with the words of interposition and nullification, will be transformed into a
situation where little black boys and black girls will be able to join hands
with little white boys and white girls and walk together as sisters and
brothers.
I have a dream today. I have a dream
that one day every valley shall be exalted, every hill and mountain shall be
made low, the rough places will be made plain, and the crooked places will be
made straight, and the glory of the Lord shall be revealed, and all flesh shall
see it together.
This is our hope. This is the faith
with which I return to the South. With this faith we will be able to hew out of
the mountain of despair a stone of hope. With this faith we will be able to
transform the jangling discords of our nation into a beautiful symphony of
brotherhood.
With this faith we will be able to
work together, to pray together, to struggle together, to go to jail together,
to stand up for freedom together, knowing that we will be free one day.This
will be the day when all of God’s children will be able to sing with a new
meaning, “My country, ’tis of thee, sweet land of liberty, of thee I sing. Land
where my fathers died, land of the pilgrim’s pride, from every mountainside,
let freedom ring.”
And if America is to be a great
nation this must become true. So let freedom ring from the prodigious hilltops
of New Hampshire.
Let freedom ring from the mighty
mountains of New York.
Let freedom ring from the
heightening Alleghenies of Pennsylvania!
Let freedom ring from the snowcapped
Rockies of Colorado!
Let freedom ring from the curvaceous
peaks of California!But not only that;
let freedom ring from Stone Mountain
of Georgia!
Let freedom ring from Lookout
Mountain of Tennessee!
Let freedom ring from every hill and
every molehill of Mississippi.
From every mountainside, let freedom
ring. When we let freedom ring, when we let it ring from every village and
every hamlet, from every state and every city, we will be able to speed up that
day when all of God’s children, black men and white men, Jews and Gentiles,
Protestants and Catholics, will be able to join hands and sing in the words of
the old Negro spiritual, “Free at last! free at last! thank God Almighty, we
are free at last!”
—————————–
The ultimate measure of a man is not
there he stands in moments of comfort and convenience, but where he stands at
times of challenge and controversy. The true neighbor will risk his position,
his prestige and even his life for welfare of others. In dangerous valleys and
hazardous pathways, he will lift some bruised and beaten brother to ahigher and
more noble life. Dr. Marthin Luther King, Jr, “On BeingA Good Neighbor in
Strength to Love, 1963
Sumber: http://www.juntosociety.com,
Copyright © 2002.
Catatan: Pada situs di atas, banyak
sekali informasi penting yang akan melengkapi informasi, khususnya mengenai
sejarah Amerika Serikat. Misalnya, seluruh pidato perdana presiden AS, profil
Presiden AS dan tokoh terkenal lainnya. (etisnehe)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar